Selasa, 31 Desember 2013

Ki Tambleg, Ikon Konservasi Kabupaten Subang

Pertama kali mendengar pohon ini di situs tintahijau.com, berita kasus heboh pemindahan pohon Ki Tambleg di Wisma Karya yang mengalami kendala sampai kawat baja untuk membuat Ki Tambleg berdiri tegak putus, dan beberapa kali dicoba untuk berdiri gagal  tapi akhirnya dapat berdiri juga hingga sekarang. Bagi saya sendiri pohon ini baru saya lihat penasaran saya lihat di Mbah Google dan ternyata memang benar pohon ini bukanlah asli dari Subang bahkan bukan tanaman asli Indonesia. Nah ini adalah kata Mbah Google tentang pohon ini,

Baobab atau ki tambleg

Baobab atau ki tambleg adalah nama umum dari sebuah genus (Adansonia) yang terdiri dari delapan spesies pohon asli Madagaskar, Afrika daratan dan Australia. Spesies Afrika daratan juga ada di Madagaskar, tetapi tidak asli negara itu. Nama umum lainnya adalah boab dan boaboa. Spesies ini mencapai tinggi antara 5–25 m. Mereka menyimpan air di dalam batang mereka, dengan kapasitas di atas 120.00 liter untuk bertahan dalam kondisi lingkungan sekitar mereka.

Baobab di Indonesia

Baobab diduga masuk ke Indonesia saat perdagangan laut melalui pedagang Timur Tengah. Tumbuhan ini dikenal sebagai Asem Buto atau Ki Tambleg dan awalnya tidak dikenal fungsinya. Pada tahun 2010, sepuluh pohon di lahan perkebunan tebu PT PG Rajawali 2 di Subang ke Kampus Universitas Indonesia, Depok. Namun salah satu pohon di depan perpustakaan sempat tumbang. Pohon ini juga dirawat di Kebun Raya Bogor.
Pada Bulan September 2013, Waduk Ria Rio mulai dibersihkan dan dibuat taman dengan salah satunya diisi dengan pohon Baobab di bagian selatan waduk. (sumber: Wikipedia)

Buah Dewa

Di benua Afrika pohon ini disebut sebagai pohon dewa. karena buah baobab mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang melimpah, Karena kandungan vitamin dan mineral yang sangat banyak inilah maka di Eropa buah baobab disebut sebagai buah super atau Super Fruit. Buah ini memang sudah terkenal dan diakui di Eropa juga Amerika. Namun, di Indonesia hanya sedikit yang tau mengenai buah ini (sumber: food detik)

Ki Tambleg Di Subang

Di Subang Sendiri Baobab dikenal dengan sebutan Ki Tambleg bahkan pohon Ki Tambleg ini berjumlah sekitar 14 pohon, ini berkurang 10 pohon yang telah dipindahkan ke Kampus UI. Pohon yang sangat langka yang eksotis ini sangat diminati bahkan ada pihak lain yang berusaha membeli Pohon yang berusia puluhan atau bahkan ratusan tahun ini, salah satunya Pemda DKI yang akhirnya gagal. Jika tidak dilindungi keberadaan pohon Ki Tambleg terancam, untuk itulah akhirnya Pemda subang menjadikan Pohon Ki Tambleg ini menjadi obyek konservasi di Kabupaten Subang. Dan untuk lebih mengenalkan lebih luas di masyarakat maka media online TINTAHIJAU.com menggelar "Lomba Fotograpi Ki Tambleg" Kegiatan yang mengusung tema: "Ki Tambleg, Ikon Konservasi Kabupaten Subang". Yang bertujuan  "membumikan" pohon langka, Ki Tambleg sebagai ikon konservasi Kabupatan Subang.

Dan untuk itulah penulis akhirnya berniat untuk berpartisipasi mengikuti lomba ini, dengan sedikit riset akhirnya ditemukan salah satu lokasi keberadaan Pohon yaitu di Halaman Kantor Desa Manyingsal, selain tentu saja Pohon Ki Tambleg ini ada di Kawasan Wisma Karya Subang, dan inilah hasil perburuan Ki Tambleg yang saya lakukan.

Lokasi pertama di Wisma Karya Subang:
Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg
lokasi kedua di kantor Desa Manyingsal:
Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg


Ki Tambleg
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg
#LombaKiTambleg

Last but not least, lokasi ketiga halaman rumah penulis:
#LombaKiTambleg

#LombaKiTambleg
foto semua tanpa hasil editing

Sabtu, 28 Desember 2013

Kabupaten Subang - Kota Kecil Syarat Sejarah




Subang adalah sebuah kota yang berada di provinsi Jawa Barat sebuah Kota yang didirikan secara resmi pada tanggal 5 April 1948 dan ditetapkan melalui Keputusan DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977, secara geografis Subang memiliki topografi yang lengkap, sebelah utara subang merupakan dataran rendah dengan wilayah mencakup Kecamatan Pabuaran, Pagaden, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya Pamanukan, Sukasari, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan, sebagian Pagaden Barat. Bagian tengah kabupaten subang memiliki topografi Berbukit dan Dataran dengan wilayah mencakup Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat. Sedangkan Subang bagian Selatan dengan topografi Daerah Pegunungan dengan wilayah mencakup Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang,sebagian besar Kecamatan Jalancagak dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsiang
Jika kita mengingat Kota Subang beberapa hal yang mungkin langsung terbersit dalam ingatan yaitu adalah Sisingaan, Nanas, Wisma Karya, Kebun Karet. Kenapa sisingaan karena sisingaan adalah salah satu kesenian pertunjukan asli Subang, biasanya Sisingaan ditampilkan ketika seorang anak sudah dikhitan akan diarak dengan menaiki boneka singa. Tentang sejarah asal usul Sisingaan ini terdapat banyak versi, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa kembar (Singa kembar terdapat pada lambang Negara Belanda) dengan seorang anak yang menaiki singa ini merupakan simbol bahwa rakyat subang tidak takut singa (Penjajah Belanda) dan bahkan bisa menaklukan singa dengan menaikinya, sekarang ini kesenian Sisingaan digunakan juga dalam acara penyambutan tamu kehormatan
Bangunan bersejarah di Kabupaten Subang salah satunya yaitu Wisma Karya, yang dahulunya tempat berkumpul para Demang Subang sebagai tempat untuk bersosialisasi para pejabat P&T Land, tempat pertunjukan atau hiburan, olahraga, golf, bilyard dan bowling bangsa asing. Wisma Karya sendiri bisa dikatakan salah satu ikon dari kota Subang. Bangunan Wisma Karya Subang masa kini sangat memprihatinkan dengan kondisi bangunan banyak yang rusak. sebenarnya didekat Wisma Karya terdapat juga bangunan bersejarah seperti Atelir (Atelier) dan The Big House, yang ternyata dahulu tempat ketiga bangunan bersejarah ini merupakan kawasan elit para demang terbukti dengan adanya lapangan Golf yang kini menjadi Alun – Alun.

            Di foto diatas terlihat Gedung Wisma karya, di sebelah kiri terlihat ikon baru kota subang yaitu sebuah pohon besar yang cukup aneh, aneh karena tanaman ini bukanlah tanaman asli subang tetapi tanaman ini aslinya berasal dari Afrika. Dan tanaman langka ini dijadikan ikon baru kota Subang, pohon ini di Subang dikenal dengan nama Ki Tambleg, pohon ini menjadi ikon Konservasi Subang.
Ki Tambleg Baobab
Ki Tambleg – Ikon Konservasi Subang

Subang sebenarnya memiliki tempat –tempat bersejarah lainnya dan salah satunya sebuah rumah yang menjadi salah satu tonggak sejarah Nasional yaitu sebuah rumah yang terdapat di dalam kompleks Lanud Suryadharma yang menjadi saksi sejarah berakhirnya 350 tahun penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan diserahkannya Republik ini ketangan Jepang pada 8 Maret 1942, yaitu perjanjian Linggar Jati.
Dari sisi kebudayaan Kabupaten Subang sendiri memiliki kesenian beberapa kesenian Asli subang yang terkenal tentu saja Sisingaan dan beberapa kesenian asli subang lainnya yaitu: Gembyung, Mapag Dewi Sri, Nadran, Ruwatan Bumi, Tolea.

Subang adalah Kota kecil yang penuh dengan sejarah yang bernilai tinggi sudah saatnya masyarakat peduli dengan peninggalan sejarah Kab. Subang ini.

Papatong (Capung) Dan Lingkungan Sehat

Papatong atau capung dalam bahasa Indonesia adalah hewan yang sangat familiar dimasyarakat, di masyarakat Indonesia sendiri capung memiliki mitos yang masih melekat di masyarakat yaitu  capung dapat menghilangkan kebiasaan anak kecil mengompol dengan menaruhnya di pusar anak. Dan juga Capung juga dijadikan mainan yaitu ekor capung diikat oleh tali dan anak – anak mengejar mengikuti kemana arah terbang capung.
Dua hal diatas mungkin sekarang sudah jarang ditemui dimasyarakat selain karena masyarakat sudah modern tetapi capung sendiri sudah sulit ditemukan terutama di daerah perkotaan. Sebelum kita bahas soal kelangkaan capung di perkotaan mari kita mengenal hewan capung lebih dekat

Capung

Capung atau sibar-sibar dan Capung Jarum adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata. Kedua macam serangga ini jarang berada jauh-jauh dari air, tempat mereka bertelur dan menghabiskan masa pra-dewasa anak-anaknya. Namanya dalam bahasa daerah adalah papatong (Sd.), kinjeng (Jw.), coblang (Jw.), kasasiur (bjn), tjapung
Capung (subordo Anisoptera) relatif mudah dibedakan dari capung jarum (subordo Zygoptera). Capung umumnya bertubuh relatif besar dan hinggap dengan sayap terbuka atau terbentang ke samping. Sedangkan capung jarum umumnya bertubuh kecil (meskipun ada beberapa jenis yang agak besar), memiliki abdomen yang kurus ramping mirip jarum, dan hinggap dengan sayap-sayap tertutup, tegak menyatu di atas punggungnya. (sumber : Wikipedia)

Capung dan Lingkungan

capung sebenarnya sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, Capung ternyata memiliki peran penting bagi pertanian karena capung adalah predator alami hama yang mengganggu tanaman pertanian terutama padi, bahkan Capung juga dalam masa menjadi larva juga memangsa jentik-jentik nyamuk sehingga dapat mengurangi populasi nyamuk. Sebuah fakta yang sangat menarik tetapi jarang orang yang mengetahuinya terutama oleh generasi muda sekarang. Saat ini populasi dan keberagaman Capung banyak berkurang berbanding lurus dengan  kondisi lingkungan yang semakin lama semakin rusak, kenapa faktor lingkungan kotor berpengaruh terhadap keberadaan hewan ini karena Capung membutuhkan perairan dan lingkungan yang baik agar terus berlangsung kehidupannya. Capung adalah hewan yang mengalami metamorphosis dan capung sebelum masa dewasa berbentuk Larva, dan larva capung sendiri tidak bisa bertahan dalam air yang sudah tercemar. Nah sifat inilah yang bisa kita jadikan salah satu indikator (bioindikator)  kalau kita masih bisa bertemu banyak capung maka pertanda bahwa perairan di sekitar lingkungan itu masih bersih.
Ketika wabah demam berdarah terjadi dimasyarakat selain dari penyebab lingkungan yang kotor yaitu banyak genangan air dan sampah tempat berkembangbiak nyamuk, ada juga pengaruh dari berkurangnya atau bahkan hilangnya musuh alami nyamuk salah satunya yaitu capung. Sebagai larva capung memakan jentik – jentik nyamuk dan sebagai capung dewasa memakan nyamuk dewasa.

Dari fakta diatas jelaslah peranan penting Capung ternyata menjadi salah satu komponen penting yang penjaga ekosistem lingkungan agar tetap seimbang. Menjaga lingkungan tidak hanya dilakukan dengan hal – hal yang besar, tetapi hal kecil seperti menjaga lingkungan rumah sendiri, menjaga sumber – sumber air, dapat berpengaruh besar terhadap lingkungan yaitu terjaganya ekosistem tetap seimbang. Hal kecil dengan menjaga mahluk kecil bernama capung dapat berdampak luas terhadap lingkungan.

Tong tong papatong
Dibéré cau sapotong
Ari béak ménta deui
Teup, teup, teup
Ari eunteup jang Si Ujang.

beberapa foto yang diambil dipekarangan rumah penulis :
Capung dan lingkungan bersih